EDUKASI IMPLEMENTASI REGULASI PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL EMPIRIS PADA PERKUMPULAN ANGGOTA PARA PEMIJAT PENYEHAT INDONESIA (P-AP3 I) SUMATERA UTARA
Abstract
Pemerintah telah menetapkan regulasi untuk mengatur pelaksanaan pelayanan kesehatan tradisional oleh penyehat tradisional yaitu Permenkes No. 61 tahun 2016 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris. Bagaimana implementasi dari regulasi yang berfungsi menjaga keamanan masyarakat pengguna jasa penyehat tradisional. Target dan luaran dari pengabdian kepada masyarakat penyehat tradisional adanya implementasi regulasi pelayanan kesehatan tradisional empiris oleh penyehat tradisional pada Perkumpulan Anggota Para Pemijat Penyehat Indonesia (P-AP3 I) Sumatera Utara. Metode pengabdian masyarakat yang dilakukan adalah berupa penyuluhan dan pelatihan yaitu memberikan informasi dan pendidikan secara langsung kepada para anggota P-AP3I Sumatera Utara dan pembagian kuisioner untuk mengukur pengetahuan peserta dengan hasilnya dianalisis. Hasil dari pengabdian kepada masyarakat penyehat tradisional adalah adanya penurunan skor setelah edukasi tentang STPT dan Pelayanan. Skor pelayanan sebesar 742 (82,44 %) sebelum edukasi menjadi 733 (81,44 % ) setelah edukasi, sedangkan skor tentang STPT sebesar 245 (81,67 %) sebelum edukasi menjadi sebesar 239 (79,67 % ) setelah edukasi. Simpulan dari pengabdian masyarakat ini yakni regulasi pelayanan kesehatan tradisional empiris belum dilaksanakan secara optimal karena masih rendahnya pemahaman, peran dan partisipasi para anggota P-AP3I Sumatera Utara, tentang mengimplementasikan peraturan menteri kesehatan nomor 61 tahun 2016 tentang pelayanan kesehatan tradisional empiris serta masih rendahnya minat para anggota P-AP3I Sumatera Utara untuk mengurus STPT.
References
[2] Agustina B, 2015, Kewenangan Pemerintah Dalam Perlindungan Hukum Pelayanan kesehatan Tradisional, Jurnal Wawasan Hukum, Vol.32 No.1 Februari
[3] Andriyani L, 2016, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Pengobatan Tradisional Di Bidang Pelayanan Kesehatan Untuk Memenuhi Hak-hak Pasien Sebagai Konsumen Jasa, Yogyakarta.
[4] Baah, F.D., Maziya-Dixon, B., Asiedu, R., Oduro, I dan Ellis, W.O. (2009)‘ Nutritional and biochemical composition of D. alata (Dioscorea spp) tubers’ Journal of Food Agriculture and Environment. 7(2):373-378.
[5] Foster G, dan Anderson G, 2015, Antropologi Kesehatan, Penerjemah; Priyanti PS, Terjemahan dari: Medical Antropology, Penerbit Universitas Indonesia.
[6] Gaporabdul S, 2013, Tren Penanaman dan Kegunaan Tumbuhan Herba Dalam Kalangan Masyarakat Melayu Dibalik Pulau, Pulau Pinang, Faculty of Social Science and Humanities Vol.8 No.1
[7] Hidayat, M. Amrun, Kuswandi, Bambang. (2012). Obat Sintetik dan Obat Herbal. Modul Kimia Farmasi.
[8] Humaedi, A, 2016, Etnografi pengobatan, Praktik Budaya Peramuan dn sugesti Komunitas adat Tau Taa Vana, PT.LKiS Pelangi Aksara, Yogyakarta
[9] Indrawan dan Yaniawati. 2014. Metodologi Penelitian. PT Refika Aditama. Bandung
[10] Irfan M, dkk, 2013, Etnografi Dukun; Studi Antropologi Tentang Praktik Pengobatan Dukun Di Kota Makassar, Universitas Hasanuddin, Makassar
[11] Ismedsyah, dkk, 2019, Evaluasi Implementasi Regulasi Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris Oleh Penyehat Tradisional Di Kabupaten Karo, Sainteks 2019, Medan
[12] Karim A I.A, dkk, 2012, Ethnobotanical Assesment of Herbal plants in South Western Nigeria, Academik Research International, Vol.2 No.3 May, ISSN-L-2223-9553
[13] Karo-karo U, 2010, Pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga di Kelurahan Tanah 600 Medan, Kopertis Wilayah I, Sumatera utara, Medan
[14] Kementrian Kesehatan RI. (2018). Hasil Utama Laporan Riskesdas 2018. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 22. https://doi.org/1 Desember 2013
[15] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Formularium Obat Herbal Asli Indonesi. Jakarta, Indonesia.
[16] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris. Jakarta, Indonesia.
[17] Koentjaraningrat. 1990. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.
[18] Peraturan Pemerintah No 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional, Jakarta.
[19] Sadewa dkk, 2018, Implementasi Perizinan Pengobatan Herbal Dalam Upaya Kesehatan Masyarakat Di Kota Surakarta, Solo.
[20] Salmen Sembiring, 2015, Pengetahuan Dan Pemanfaatan Metode Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat Desa Suka Nalu Kecamatan Barus, Medan.
[21] Saragih A, dkk, 2014, Kajian Teknik Pijat Tradisional Kebugaran di Provinsi Sumatera Utara, SP3T Sumut, Medan
[22] Situmorang P, 2014, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kearifan Lokal Pemanfaatan Obat-obatan Tradisional Oleh Etnik Karo, Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Sumatera Utara
[23] Soukand R, Kalle R, 2010, Herbal Landscape;The Perception of Landscape as a Source of Medicinal Plants, University of Tartu, DOI:10.3176/tr.2010.3.01
[24] Sukanta, Putu Oka, 2009 Terapi Pijat Tangan, Penebar Swadaya, Jakarta.
[25] Tumanggor, R, 2010, Masalah-masalah Sosial Budaya Dalam Pembangunan Kesehatan di Indonesia, Jurnal masyarakat dan Budaya Volume 12 No.2
[26] Wakidi. Pemasyarakatan tanaman obat keluarga “TOGA” untuk mendukung penggunaan sendiri “self medication”. Bagian Farmasi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan Hal: 3.[edisi 2003, diakses tanggal 22/11/2008]. Diunduh dari: http:/antiterasi.multiply.com/journal/item/23.
[27] Zalbawi S, 2002, Pola Pemanfaatan Pengobatan Tradisional Oleh Pasien Rematik, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Februari Vol.1 No.1
[28] Zamzami L, 2013, Sekerei Mentawai : Keseharian dan Tradisi Pengetahuan Lokal yang Digerus oleh Zaman, Antropologi Indonesia Vol.34 No.1